Rabu, 10 November 2010

Pupuk dan Pasir Merapi Jadi Berkah

Sejak dahulu kala, Pulau Jawa dikenal sebagai pulau paling subur. Kesuburan ini tidak lepas dari keaktifan gunung-gunung berapi yang menghuninya. Setiap kali letusan terjadi, jutaan kubik material vulkanik dalam bentuk debu, pasir, dan kerikil, menambah kesuburan tanah. Abu vulkanis yang menyebar luas, bagaikan pupuk penyubur pada kawasan tersebut. Inilah berkah lain, dari sebuah musibah.

"Kalau dilihat dari segi pertanahan, meletusnya gunung justru semakin memperkaya, baik untuk kesuburan atau pembaharuan tanah," tutur Peneliti Pertanahan dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Rahman Djuansah. Tentunya, kesuburan lahan yang terkena dampak langsung meletusnya gunung tak seketika itu, tapi melalui proses yang panjang.

Kesuburan itu tergantung pada ketebalan material vulkanik itu sendiri. "Kalau terlalu tebal
makan waktu lama. Perlu menghilangkan unsur sulfur atau belerang. Ini semua bisa hilang bersamaan dengan penyiraman air hujan. Jadi ini perlu waktu antara 3 sampai 10 tahun, terhitung sejak meletusnya gunung itu sendiri, termasuk Merapi," jelasnya lagi.

Kesuburan di wilayah pegunungan Merapi hampir sama dengan kesuburan pegunungan lainnya di Indonesia pada umumnya. Sebab, material yang baru dimuntahkan dari gunung yang baru meletus biasanya memiliki bahan yang mudah lapuk dan mudah dihisap tanaman. "Jawa itu masih kaya akan hara, karena memang gunungnya muda semua. Beda dengan gunung di Kalimantan yang terlalu tua, sehingga tingkat kesuburannya kurang," tandasnya.

Tak hanya kesuburan bagi pertanian, material vulkanik juga bisa menjadi bahan dasar bangunan, seperti dituturkan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Anita Firmanti kepada detikcom. "Sulfur yang terkandung dalam material vulkanik memang tidak baik untuk bangunan, tetapi air hujan bisa menghilangkan zat tersebut. Dalam satu atau dua bulan, zat sulfur mungkin menghilang," ujarnya.

Bahan bangunan yang bisa dihasilkan dari material gunung, di antaranya batu bata, genteng beton, paving blok, konblok, dinding, ubin serta bisa untuk membuat jalan lingkungan. Menurut Anita, pemerintah bisa memberikan bantuan alat untuk modal usaha pembuatan bahan bangunan itu. Misalnya
alat untuk membuat batako satu set seharga Rp 3,5 juta, alat untuk membuat paving blok sekitar Rp 15 juta, alat untuk membuat genteng beton sekitar Rp 24 juta. "Ini bisa jadi pekerjaan alternatif," ungkapnya.

Materi vulkanik lain yang bisa dimanfaatkan untuk bangunan adalah pasir. Menurut Anita, pasir yang dimuntahkan Gunung Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 1984 saja hingga kini masih produktif. "Bayangkan sampai sekarang sampai sekarang Galunggung masih bisa mengirimkan pasir, malah lebih bagus dibandingkan Cimalaka (Sumedang)," tutur Anita.

Salah satu bukti pemanfaatan terbesar dari material Gunung Galunggung adalah berdirinya Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang. "Bayangkan itu jumlah yang sangat besar, untuk menguruk lahan bandara sampai pembangunannya menggunakan pasir Galunggung. Sampai sekarang terus ditambang. Nah soal berapa volume pasir yang dihasilkan Merapi, kita belum tahu lagi," pungkasnya.

Dari letusan-letusan sebelumnya, hingga kini tercatat sejumlah tempat di kawawan Merapi yang menjadi penambangan pasir. Di antaranya di Desa Kemiren, Desa Ngablak, Desa Tegalrandu, Desa Keningar dan Desa Kaliurang Barat, semuanya di Kecamatan Srumbung. Lalu di Desa Hargomulyo, Desa Ngargosuko, Desa Krinjing dan Desa Mangunsuko yang masuk wilayah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Di Sleman sendiri, penambangan pasir terdapat di Cangkringan. Begitu juga di Desa Balarante, Desa Sidorejo, Desa Tlogowatu, Desa Tegalmulyo, Desa Kendal Sari dan Desa Talun di Kecamatan Kemalang, Klaten.detiknews.com
"dd"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar